Peran Politik Kepemimpinan Perempuan dalam Sistem Matrilineal di Minangkabau Sumatera Barat

Abstract

Menurut masyarakat adat setempat, Minangkabau dipuja sebagai sumber kearifan. Perempuan mewakili Amban Puro, Pemilik Kunci Warisan, Undang-Undang Ke Madinah, Payung Menuju Surga, dan Kapai Tampek Batanyo Ka Pulang Tampek Babarito. Perempuan dalam tradisi Minangkabau disebut Bundo Kanduang karena memiliki peran tertentu. Dialah yang memegang warisan, kewajiban keuangan yang paling besar, dan kekuasaan atas Nagari. Nenek moyang perempuan tertua dalam rumah tangga Minangkabau, jika dia masih hidup, menikmati prestise yang lebih tinggi. Dengan demikian, pilihan signifikan tidak pernah dibuat tanpa kesadarannya. Bagi perempuan di Minangkabau yang menganut falsafah Alam Takambang Jadi Guru, terdapat rasa kebersamaan dan kekuatan penyeimbangan dalam masyarakat. Metode penelitian yang digunakan yaitu pendekatan yang memanfaatkan data kualitatif dari buku dan makalah di komunitas ilmiah. Untuk menganalisis ide dan membuat model penelitian baru tentang hubungan antara kompensasi dan kualitas pelayanan publik, digunakan data sekunder dari penyelidikan penelitian sebelumnya. Hasil dari penelitian ini yaitu menurut feminisme, rendahnya status perempuan Minangkabau dalam kepemimpinan politik tidak hanya merugikan perempuan lain tetapi juga merugikan mereka sendiri. Banyak pemimpin perempuan dan bahkan presiden mungkin tidak mampu meningkatkan kedudukan perempuan dalam politik atau mengurangi ketidakadilan sejarah yang dihadapi perempuan. Tentu saja, artikel ini tidak mengklaim bahwa upaya dan keterlibatan perempuan di ruang publik atau peningkatan peran kepemimpinan adalah penting, tetapi setiap langkah harus didasarkan pada pengetahuan yang baru dikembangkan, yang konsisten dengan prinsip atau sistem kepercayaan.